Revitalisasi Pasar Banjaran Mendapatkan Kritikan, Para Pedagang Mengeluhkan Kurangnya Dialog

eksposbandung-Riak kritik menyelimuti peresmian Pasar Sehat Banjaran, di mana para pedagang masih mempertanyakan kurangnya dialog yang konstruktif antara mereka, pengelola, dan pemerintah.

Dadang Supriatna, Bupati Bandung, mengklaim bahwa penataan Pasar Banjaran telah berhasil, dengan penampilan yang kini lebih modern, rapi, dan nyaman. Ia menegaskan bahwa proyek ini adalah bagian dari program 100 hari kerjanya.

“Pasar Sehat Banjaran ini dibangun untuk menjawab kebutuhan masyarakat sekaligus menata ulang wajah Banjaran sebagai simpul ekonomi selatan Kabupaten Bandung,” ujar Dadang.

Pasar ini saat ini memiliki hampir 2.000 kios dan lapak, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti drainase, toilet, taman bermain, dan ruang terbuka hijau.

“Terminal Banjaran dan Masjid Al-Madinah juga turut direnovasi dan diresmikan bersamaan,” ucap dia.

Menurut Dadang, revitalisasi ini dapat merapikan area perdagangan dan mengakomodasi pedagang kaki lima agar terintegrasi dalam satu kawasan.

“Saya berharap pasar ini mendorong pertumbuhan ekonomi mikro dan meningkatkan kenyamanan warga,” ujar dia.

Sementara itu, Revitalisasi Pasar Banjaran yang dianggap sebagai tonggak kemajuan ekonomi oleh pemerintah, meninggalkan luka bagi beberapa pedagang lama.

Cecep Rahman, seorang tokoh pedagang di Pasar Banjaran, mengungkapkan keresahan kolektif mereka yang merasa belum memperoleh keadilan dalam proses pembangunan tersebut.

“Kami setuju pasar ditata lebih baik, tapi bukan berarti kami yang sudah puluhan tahun berdagang di sini harus tersingkir,” ucap Cecep.

Cecep menekankan bahwa belum ada kepastian mengenai penempatan kios untuk banyak pedagang lama. Meskipun revitalisasi telah selesai, sebagian besar pedagang masih bertahan di lapak semi permanen karena tidak mendapatkan kios di gedung baru.

Selain itu, mereka kini menghadapi surat pemberitahuan pembongkaran dari pengelola pasar, PT Bangun Niaga Perkasa (BNP), tanpa adanya solusi relokasi sementara.

“Tidak ada dialog, tidak ada solusi. Kami hanya diberi surat untuk bongkar. Ini bukan hanya menyulitkan kami, tapi juga bentuk ketidakadilan,” tuturnya.

Ia mengekspresikan kekecewaannya terhadap pendekatan sepihak yang diambil oleh pengelola, yang dianggap mengabaikan nasib para pelaku usaha kecil.

Cecep juga mengingatkan bahwa para pedagang memiliki legitimasi yang sah untuk berada di area lama, bahkan pernah mendapatkan izin dari Muspika dan diatur melalui peraturan desa.

“Dulu kami diizinkan berjualan di Jalan Kiartasan. Sekarang setelah pasar jadi bagus, kami seolah tidak punya tempat lagi. Kami ini bagian dari denyut ekonomi pasar, kenapa malah disingkirkan?” ujarnya.

Menurut pendapatnya, revitalisasi seharusnya menekankan pada keadilan sosial, bukan hanya pada aspek estetika fisik. Ia mengharapkan agar pemerintah daerah dan pengelola memberikan jaminan tempat berdagang yang layak bagi semua pedagang lama, bukan hanya bagi mereka yang mampu membayar lebih awal atau memiliki akses yang lebih dekat ke pengelola.

“Jangan sampai pasar baru yang katanya sehat justru menciptakan ketimpangan baru. Kami hanya ingin terus berjualan dengan tenang,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *