Proses Perpanjangan Masa Tahanan Terhadap Dokter Priguna Anugerah Pratama

eksposbandung – Proses hukum tentang perpanjangan masa tahanan terhadap tersangka kasus rudapaksa di RSHS Bandung, dokter residen Priguna Anugerah Pratama (31) masih berlanjut.

Direktur Ditreskrimum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan menyebut perpanjangan masa tahanan dilakukan demi kepentingan penyidikan. Sebab, proses penyidikan saat ini masih belum lengkap.

“Kita Perpanjangan penahanan,” ujar Surawan pada Selasa, 22 April 2025.

Surawan menerangkan bahwa hasil pemeriksaan psikologi forensik Priguna Anugerah Pratama belum diterima pihaknya. Dia mengatakan bahwa itu masih dalam pemeriksaan.

“Masih proses penyidikan, itu kan tes nya tidak hanya satu kali,” terang dia.

Polisi pun kini menahan Priguna Anugerah Pratama sedari 23 Maret 2025. Dua hari kemudian, ia langsung ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Aksi bejatnya itu pertama kali terkuak di media sosial. Seorang keluarga pasien RSHS Bandung berusia 21 tahun menjadi korbannya.

Peristiwa itu terjadi pada 18 Maret 2025. Kala itu, korban yang tengah menjaga ayahnya diminta untuk pengecekan atau transfusi darah. Korban dibawa ke salah satu ruangan di lantai 7 gedung Ibu dan Anak Terpadu (MCHC).

Ia juga meminta korban untuk tidak mengajak kerabatnya. Di ruangan itu, Priguna melakukan tindakan pembiusan yang membuat korban tidak sadarkan diri.

Setelah sadar, korban linglung. Dia lalu menceritakan kepada orang tuanya tentang apa yang telah dialaminya. Merasa janggal, orangtua korban melapor ke polisi.

Dalam pengembangan kasus, ternyata diketahui sebelum melancarkan aksi bejatnya kepada keluarga pasien, Priguna telah merudapaksa dua pasien. Korban masing-masing berusia 21 dan 31 tahun. Peristiwa ini terjadi pada 10 dan 16 Maret.

Dari tiga kejadian itu, modus yang dipakai oleh Priguna Anugerah Pratama sama, yakni dengan cara membius korban hingga tak sadarkan diri. Dalihnya para korban hendak dilakukan tindakan medis.

“Sedang kita dalami perolehan obatnya,” tuturnya.

Surawan menjelaskan bahwa tersangka menggunakan obat bius tanpa sepengatahuan dokter pengawas. Dokter pengawas merupakan dokter yang ditugaskan untuk mengawasi dan membimbing dokter peserta PPDS.

Sehingga selain memantau situasi, pelaku juga diduga telah mengetahui kapan dirinya tidak sedang dalam pengawasan lantaran dokter pengawas sedang dalam kegiatan lain. Alhasil kelakuan bejatnya berjalan mulus sebelum kedoknya terbongkar.

“Yang jelas kalau secara SOP itu kan memang pasiennya di bawah pengawasan atau penanggung jawabnya. Hubungannya kan begitu. Kan nggak mungkin dokter penanggung jawab pengawasan 24 jam juga kan nggak mungkin,” terangnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *