Masuk Sekolah Jam 06.30, FKSS Jabar: Ada Dampak Negatif Kesehatan dan Kesejahteraan Peserta Didik

eksposbandung – Forum Komunikasi Sekolah Swasta (FKSS) Jawa Barat merespons kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengenai penetapan jam masuk sekolah pada pukul 06.30 WIB yang akan berlaku mulai tahun ajaran 2025/2026.

Kebijakan ini tercantum dalam Surat Edaran Nomor 58/PK.03/DISDIK yang dikeluarkan pada 28 Mei 2025 mengenai Jam Efektif di Satuan Pendidikan di Provinsi Jawa Barat.

Ade D. Hendriana, Ketua Umum FKSS Jabar, menilai bahwa walaupun kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan disiplin dan efektivitas pembelajaran, penerapannya perlu ditinjau secara menyeluruh dari berbagai sudut pandang.

“Secara teori, masuk lebih pagi memang bisa meningkatkan kedisiplinan, membuat siswa lebih fokus karena kondisi tubuh masih segar, bahkan bisa mengurangi kemacetan. Namun secara biologis dan sosial, ini kebijakan yang cukup berat bagi anak-anak,” jelas Ade, Selasa (3/6/2025).

FKSS Jabar menggarisbawahi dampak negatif dari kebijakan ini terhadap kesehatan dan kesejahteraan peserta didik, termasuk kurangnya waktu tidur, meningkatnya risiko perjalanan di pagi hari, serta berkurangnya waktu untuk sarapan dan berolahraga.

Bahkan menurut Ade, siswa yang letak rumahnya jauh dari sekolah akan merasakan dampak yang paling signifikan akibat kebijakan tersebut.

“Bisa jadi mereka harus berangkat sejak pukul 04.00 WIB. Ini tentu mengganggu waktu istirahat dan juga ibadah seperti salat Subuh. Belum lagi kondisi jalanan di beberapa pelosok yang masih gelap dan membahayakan, apalagi jika infrastruktur seperti jembatan masih rusak,” ujarnya.

FKSS juga meminta agar terdapat koordinasi lintas sektor, terutama dengan Dinas Perhubungan, karena mayoritas angkutan umum di daerah baru mulai beroperasi pada pukul 06.00 WIB.

“Jika jam sekolah dimajukan, maka moda transportasi juga harus beradaptasi. Tidak semua peserta didik bisa berjalan kaki ke sekolah,” ujarnya.

Masalah teknis lainnya juga menjadi perhatian, termasuk keterbatasan ruang kelas di satuan pendidikan yang berada di bawah yayasan yang sama, serta problem sanitasi.

“Keluarga yang memiliki lebih dari satu anak usia sekolah pasti akan kerepotan. Kamar mandi jadi rebutan sejak dini hari,” tutur Ade.

FKSS Jabar menyatakan bahwa tidak semua sekolah swasta di Jawa Barat dapat melaksanakan kebijakan ini secara langsung. Oleh karena itu, Ade meminta pemerintah untuk membuka ruang diskusi dengan semua pemangku kepentingan pendidikan sebelum kebijakan ini diterapkan secara menyeluruh.

“Pasti ada sekolah yang karena alasan teknis atau geografis tidak bisa menerapkan SE ini sepenuhnya. Mereka tentu akan melaporkan kondisinya ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui cabang dinas masing-masing,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *