Kongres XXII GMNI di Bandung: Forum Tertinggi yang Menyulut Perpecahan dan Mencederai Nilai-Nilai Ideologi

eksposbandung – Kongres XXII Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang digelar di Kota Bandung resmi berakhir. Namun alih-alih menjadi tonggak sejarah konsolidasi ideologis, forum ini justru menjadi simbol perpecahan dan degradasi nilai dalam tubuh organisasi yang pernah dibanggakan sebagai pilar intelektual kaum marhaenis.

Kongres yang semestinya menjadi arena pematangan ide dan regenerasi kepemimpinan ideologis, berubah menjadi kontestasi semu yang dibalut formalitas prosedural. Manipulasi sidang, intimidasi politik, serta rekayasa pengambilan keputusan adalah bagian dari “skenario besar” yang disiapkan demi mengamankan kepentingan satu-dua kelompok yang haus legitimasi, namun miskin integritas.

Gedung Merdeka : simbol sakral yang kini dicemari

Kehadiran GMNI dalam ruang-ruang sakral seperti Gedung Merdeka seharusnya menjadi refleksi sejarah dan kesadaran kolektif. Gedung itu bukan sekadar bangunan, melainkan simbol perlawanan, tempat Bung Karno dan para pemimpin dunia berdiri sejajar melawan penindasan global. Namun, alih-alih merayakan semangat itu, yang justru terjadi adalah penodaan nilai.

“Gedung Merdeka, saksi sejarah Konferensi Asia Afrika dan simbol solidaritas bangsa-bangsa tertindas, menjadi panggung tragis perpecahan GMNI. Di ruang yang dulunya menggema suara anti-kolonialisme, hari ini justru dipenuhi dengan egoisme dan nafsu kekuasaan dari segelintir elit organisasi. Semangat Soekarno yang dulu membara di sana, kini seolah hanya menjadi slogan kosong.” ujar Halim Ketua Bakercab GMNI Bandung

Bandung: Dari Kota Perlawanan Menjadi Tempat Pencucian Dosa Elit Gagal

Bandung dikenal sebagai kota revolusi, tempat lahirnya gagasan-gagasan progresif dan gerakan anti-kolonial. Namun hari ini, Bandung justru dijadikan sebagai arena konflik terbuka. bukan lagi ruang pembebasan, tapi tempat pencucian dosa bagi elit-elit gagal yang mencari legitimasi di tengah kegagalan mereka memimpin.

Bandung yang dulu melahirkan solidaritas Asia-Afrika, kini dijadikan altar politik untuk menghapus rekam jejak kekeliruan, disulap menjadi simbol rekonsiliasi semu bagi mereka yang telah lama absen dari denyut perjuangan rakyat. Kota ini tidak seharusnya menjadi panggung penebusan bagi mereka yang menukar ideologi dengan kompromi murahan.

“Mereka menjadikan Bandung bukan sebagai kota perjuangan, melainkan sebagai tempat berlindung dari kegagalan, tempat mengubur akal sehat kader di balik semangat palsu persatuan,” tegas Halim Mulia, Ketua Bakercab GMNI Bandung.

Seruan Nasional: Bubarkan DPP, Bentuk Presidium Baru

Dengan seluruh kehancuran nilai, manipulasi forum, dan cacat moral yang terjadi, maka kami menyatakan:

DPP GMNI hasil Kongres XXII di Bandung TIDAK LAGI MEMILIKI LEGITIMASI.
Kami menyerukan kepada seluruh kader GMNI di seluruh Indonesia untuk segera mengambil alih tanggung jawab sejarah ini dengan membentuk PRESIDIUM BARU sebagai langkah penyelamatan organisasi secara nasional.

“Presidium Baru ini harus lahir dari kehendak kolektif, bukan dari kepentingan struktural. Ia harus berdiri di atas cita-cita ideologis, bukan kompromi elit. Ini adalah bentuk perlawanan, bentuk perlawanan terhadap pembusukan, terhadap pemalsuan sejarah, dan terhadap pengkhianatan yang berlangsung atas nama organisasi.” terus Halim

GMNI bukan milik mereka yang duduk di panggung. GMNI adalah milik mereka yang tetap berdiri di bawah, menjaga api, dan menolak tunduk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *