eksposbandung – Sebuah video yang beredar menunjukkan warga menutupi wajahnya dengan kain, khususnya bagian mulut dan hidung, akibat terganggu oleh asap dari sebuah pabrik di kawasan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Dalam narasi yang menyertai video tersebut, asap diduga berasal dari pembakaran batu bara milik salah satu pabrik yang berdekatan dengan permukiman warga.
Dalam hampir tiga minggu terakhir, penduduk mengaku terpapar asap setiap harinya. Asap itu disebutkan memiliki bau yang tajam, yang mengakibatkan perih di mata dan sesak napas.
Amud (40), penduduk RW 01 Kampung Kekencehan, Desa Cangkuang, mengonfirmasi keadaan tersebut. Namun, ia menjelaskan bahwa peristiwa yang terekam dalam video berlangsung di RW 12 Kampung Cangkuang, yang masih berada dalam wilayah Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek.
“Memang kemarin sempat ramai soal asap pabrik itu, di sana RW 12, kalau ini RW 01, tapi di sini juga terdampak,” ucap Amud.
Menurut Amud, istrinya sering batuk dan merasakan gatal-gatal ketika asap dari pabrik muncul. Ia menyatakan bahwa warga yang memiliki bayi bahkan memilih untuk mengunci anak-anak mereka di dalam rumah.
“Istri saya mah sampai batuk. Kalau malam, wah, sudah gatal, pahit ke mulut, pedih juga ke mata. Kalau yang baru punya anak bayi mah, pas sudah keluar batu bara, langsung dibawa masuk ke rumah,” jelasnya.
Amud menambahkan bahwa asap batu bara yang dihasilkan oleh pabrik PT Budi Agung Sentosa umumnya muncul pada malam hari.
“Jadi memang RW sini kena, yang di sana juga kena, tergantung anginnya lagi ke mana,” katanya.
Keluhan juga disampaikan oleh Ayi Kohar (60), seorang penduduk Kampung Kekencehan yang rumahnya terletak hanya 10 meter dari pabrik. Rumah Ayi hanya dipisahkan oleh pagar rumput setinggi satu meter dan jalan kecil yang biasa dilalui oleh pegawai pabrik.
Selain asap, Ayi juga mengeluhkan suara bising dari blower pabrik yang langsung mengarah ke rumahnya.
“Waktu tahun 2018, blowernya itu langsung mengarah ke rumah saya, bising banget,” ucap Ayi.
Ia menyatakan bahwa bentuk blower sebelumnya menggunakan corong besar yang diarahkan ke permukiman. Setelah warga mengajukan protes dan dimediasi oleh Polsek Rancaekek, corong blower tersebut dipotong dan ditutup dengan plastik. Namun, penutup plastik itu tidak bertahan lama.
“Dulu bentuk blower enggak gini, setelah ada teguran dari Polsek baru. Kami pikir itu pabrik dzalim banget, akhirnya warga protes,” tutur Ayi.
“Dari warga mah pengennya ditutup. Kata pihak pabrik butuh biaya, dan akhirnya ditutup pakai plastik. Tapi da cuma kuat berapa bulan, kan,” lanjutnya.