Insinerator Bukan Solusi, Masalah Baru Mengintai

eksposbandung – Aktivis lingkungan menyoroti proyek insinerator yang dijalankan Pemkot Bandung karena dinilai berpotensi menimbulkan masalah baru di masa depan.

Kekhawatiran Aktivis Muncul di Forum AZWI

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) memunculkan kekhawatiran itu dalam sebuah diskusi pada Minggu (20/7/2025). Dalam forum tersebut, berbagai kalangan aktivis mempertanyakan arah kebijakan pengelolaan sampah yang dinilai semakin bergeser ke praktik pembakaran.

Direktur Eksekutif Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB), David Sutasurya, menilai pendekatan yang dipilih Pemkot Bandung terlalu ekstrem dan minim perencanaan jangka panjang.

“Di Kota Bandung ini, sayangnya, opsi yang diambil untuk menangani sampah justru pembakaran. Itu akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari,” ujar David.

Baca Juga: GMNI Bandung Boikot Kongres ke-XII, Organisasi Kehilangan Ruh Perjuangan

Anggaran Ratusan Miliar untuk Insinerator

Proyek insinerator mulai digarap Pemprov Jawa Barat sejak Mei 2025 guna mengatasi overkapasitas di TPA Sarimukti. Pemprov mengalokasikan anggaran sebesar Rp117 miliar untuk pengadaan 84 unit insinerator, yang akan disebar di empat wilayah: 43 unit di Kota Bandung, 25 unit di Kabupaten Bandung, 6 unit di Kota Cimahi, dan 10 unit di Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Di tingkat kota, Pemkot Bandung menargetkan pemasangan insinerator di 30 titik. Namun hingga 6 Juli 2025, baru 7 unit yang berhasil dioperasikan.

Normalisasi Pembakaran dan Ancaman Kesehatan

David mengakui krisis sampah memang perlu penanganan cepat, tetapi menurutnya, proyek insinerator bukan jawaban. Ia justru khawatir langkah ini akan menormalkan praktik membakar sampah di kalangan masyarakat.

“Gara-gara insinerator, warga bisa saja malas memilah sampah. Ini kekacauan pemikiran yang tak didasari kajian ilmiah. Bisa jadi bom waktu,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa Pemkot Bandung sebenarnya telah memiliki program penanggulangan sampah bernama Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan). Namun, keberadaan proyek insinerator justru menghambat program tersebut.

Sorotan terhadap Peran Pemerintah Daerah

Pendiri dan Penasihat Senior Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati Drwiega, ikut menyampaikan kritik. Ia menyebut proyek insinerator sebagai langkah yang salah kaprah, bahkan belum terbukti ramah lingkungan.

“Solusinya malah bikin kamu sakit. Jadi bukan solusi, tapi cari penyakit baru. Teknologi ini tidak punya validasi dan sertifikasi yang jelas,” kata Yuyun.

Ia menilai pemerintah daerah seolah melepaskan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan dasar, seperti pengangkutan dan pengelolaan sampah.

“Kalau warga disuruh urus sendiri, apalagi disuruh bakar, itu salah besar. Konsepnya ngaco,” ujarnya.

Dorongan untuk Perubahan Budaya dan Sistem

Yuyun sepakat bahwa overkapasitas di TPA Sarimukti harus segera diatasi. Namun ia menegaskan, solusi terbaik terletak pada perubahan perilaku masyarakat dalam memilah sampah dan dukungan sistem yang memadai dari pemerintah.

“Jangan warga terus disalahkan. Sistem pendukungnya saja belum tersedia. Orang tidak bisa memilah kalau fasilitasnya tidak disiapkan,” ujarnya.

Ia mendorong agar budaya memilah sampah diprioritaskan sebelum memperkenalkan solusi seperti insinerator.

“Pemilahan itu kunci. Jangan bakar, mending ditanam dulu kalau belum ada solusi lain,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *