eksposbandung – Kasus sengketa Kebun Binatang Bandung, yang dikenal sebagai Bandung Zoo, kini telah memasuki tahap persidangan. Terdakwa, Sri dan Raden Bisma Bratakoesoema, didakwa telah menyebabkan kerugian bagi negara sebesar Rp 25 miliar setelah menguasai lahan seluas 13,9 hektar tersebut.
Sidang dakwaan Sri dan Bisma diselenggarakan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jl Surapati, Kota Bandung, pada hari Selasa (3/6/2025). Sri berperan sebagai Ketua Pembina Yayasan Margasatwa Tamansari, sedangkan Bisma menjabat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari.
Dalam penjelasan dakwaan JPU Kejati Jawa Barat (Jabar), awalnya dinyatakan bahwa lahan Bandung Zoo dikelola melalui sistem sewa-menyewa dengan Pemkot Bandung. Yayasan Margasatwa Tamansari pada waktu itu masih secara teratur membayar uang sewa kepada Pemkot sejak tahun 1970.
Kemudian, pada 30 November 2007, dinyatakan bahwa izin penggunaan tanah yang bersifat sementara tersebut telah berakhir. Namun, Yayasan Margasatwa Tamansari yang pada waktu itu dipimpin oleh R Romly S Bratakusumah tidak lagi memenuhi kewajiban sewa-menyewanya meskipun masih memanfaatkan lahan di Kebun Binatang Bandung.
“Bahwa sumber pendapatan Yayasan Margasatwa Tamansari dari pengelolaan kebun Binatang Bandung meliputi tiket masuk, wahana permainan rekreasi di dalam area kebun binatang, hasil sewa kios-kios kepada pedagang serta penjualan makan hewan,” ujar JPU Kejati Jabar dalam uraian dakwaannya.
Karena masih menguasai lahan Kebun Binatang Bandung tanpa mekanisme sewa-menyewa yang jelas, Pemkot Bandung pun mengalami kerugian dari situasi tersebut. Nilai kerugian tersebut, menurut laporan hasil audit keuangan daerah, tercatat sekitar Rp 59 miliar.
JPU juga mengungkapkan bahwa harga tanah di Bandung Zoo berdasarkan zona nilai tanah (ZNT) diperkirakan mencapai sekitar Rp 2,3 triliun. Atau, berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP), harga tanah di lahan Bandung Zoo mencapai Rp 873 miliar.
Akibat dari tindakan yang dilakukan oleh Bisma dan Sri, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 25,5 miliar. Rincian kerugian tersebut mencakup Rp 6 miliar yang seharusnya digunakan untuk membayar perjanjian sewa lahan, Rp 16 miliar untuk sewa tanah, dan Rp 3,4 miliar untuk pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB).
“Bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa Raden Bisma Bratakoesoema bersama-sama dengan terdakwa Sri telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 25.501.292.855,” Kata JPU Kejati Jabar.
Bisma dan Sri dikenakan dakwaan melanggar Pasal 2 ayat (1), Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana yang tercantum dalam dakwaan primair.
Serta Pasal 3, Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dengan dakwaan subsidair.